Parigi, Harianpos – Pemanfaatan Pasar Sentral Parigi (PSP), di Desa Bambalemo, Kecamatan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah masih terus menjadi sorotan.
Kondisi pasar yang sepi pengunjung masih saja dikeluhkan pedagang. Pasalnya, hal itu berdampak pada minimnya omset para penjual, layaknya pendapatan di pasar mingguan.
Pasar ini dipadati pengunjung ketika jelang hari besar keagamaan tiba. Itupun pembeli hanya datang berburu Bahan Pokok Penting (Bapokting), seperti cabai, bawang, minyak goreng, beras, gula pasir dan lainnya.
Pembangunan pasar berkonsep modern yang dicita-citakan nampak tak terwujud. Hingga kini, terpal berwarna biru, orange, dan hitam masih saja terlihat bergelantungan di langit-langit pasar terlihat semrawut.
Tak sedikit para pedagang memilih berjualan di luar lokasi pasar dengan memanfaatkan badan-badan jalan hingga mobil pick up untuk menjual barang dagangannya.
Ketua Asosiasi Pedagang, H. Iskandar menuturkan, para pedagang sangat menginginkan Pasar Sentral Parigi menjadi ikon Kota Parigi dengan cara melakukan penataan kembali agar punya daya tarik.
Sebab, kata dia, keadaan pasar yang terkesan belum tertata baik, dinilai menjadi penyebab sepi pengunjung. Apalagi, tempat penjualan pedagang belum didukung fasilitas penunjang.
“Contohnya, tidak berfungsinya saluran pembuangan di lokasi pedagang ikan menimbulkan bau tak sedap, dan minim penerangan. Hampir dipastikan, tidak ada daya tariknya pasar modern ini,” ungkap Iskandar saat ditemui di Parigi, Rabu, (12/06/2024) malam.
“Persoalan kondisi ini, pernah saya sampaikan ke DPRD Parimo. Bahkan, saya minta agar dipertemukan dengan dinas-dinas terkait,” tambahnya.
Baca Juga : Pemanfaatan Pasar Sentral Parigi Disorot, Kinerja Pj Bupati Dipertanyakan
Sebagai Asosiasi Pedangan, Iskandar pun pernah menyarankan Pemda Parimo agar mengarahkan Aparat Negeri Sipil (ASN) hingga personel Kepolisian untuk berbelanja ke Pasar Sentral Parigi sehari dalam sebulan.
“Tapi tidak juga dilakukan. Padahal Pemerintah ini, punya power. Kalau ini bisa terjadi, pendapatan pedagang akan meningkat,” ujarnya.
Menurut dia, bila pasar ini dapat terkelola dengan bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik bersumber dari retribusi pasar maupun parkiran.
“Kita lihat saja kondisinya saat ini, banyak bangunan yang dibangun dengan anggaran besar tidak bisa dimanfaatkan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Pasar Sentral Parigi dengan konsep Moderen dibangun oleh Pemda Parimo menggunakan dana pinjaman ke Bank Dunia sebesar Rp 19 miliar lebih.
Konsekuensinya, Pemda Parimo dibebani pembayaran utang pokok tersebut beserta bunga secara angsur hingga tahun 2025. Hal itu dibayar rutin setiap tahun berlangsung selama 15 tahun.
Jika diasumsikan, Pasar yang ditempati berkisar 600 pedagang tersebut, meskipun telah diwajibkan penjual membayar retribusi sebesar Rp2.000 per hari, Pemda Parimo masih harus menanggung kekurangan angsuran (utang pokok beserta bunga) itu setiap tahun menggunakan APBD.
Padahal, dalam perencanaan awal Pasar Sentral Parigi yang dibangun pada masa kepemimpinan Longki Djanggola dan Alm Asmir Ntosa itu dengan skema pembayaran terhadap pinjaman utang Bank Dunia dialokasikan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diraup dari retribusi Pasar berkonsep moderen tersebut.