Palu, Harianpos– Gubernur Sulawesi Tengah melalui Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Dr. Rudi Dewanto, S.E., M.M., menegaskan peran penting pemerintah provinsi sebagai fasilitator, mediator, dan regulator dalam penyelesaian konflik tenurial di wilayah Sulteng.
Penegasan itu disampaikan saat membuka Workshop Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan di Hotel Santika Palu, Kamis (6/10). Kegiatan ini digelar Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah melalui Program Results Based Payment (RBP) GCF REDD+ Output 2 bekerja sama dengan Lemtara Kemitraan.
Rudi menekankan pentingnya keterbukaan data, sinergi lintas sektor, dan semangat kebersamaan untuk mempercepat penyelesaian konflik.
“Mari kita satukan persepsi agar keruwetan konflik bisa terurai dan segera diselesaikan,” ujarnya. Ia juga mendorong optimalisasi pendekatan mediasi antar pihak yang berkonflik.
Sementara itu, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Julmansyah, S.Hut., M.A.P., mengingatkan agar Pemprov memaksimalkan peran seluruh Balai Kemenhut di Sulteng sebagai mitra strategis.
“Kalau konflik selesai, investasi akan kondusif, ekonomi berputar, dan kemiskinan pasti turun,” kata Julmansyah optimistis.
Kepala Dinas Kehutanan Sulteng, Muhammad Neng, S.T., M.M., berharap workshop ini menghasilkan rumusan solusi untuk memperkuat tata kelola hutan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menyoroti peran Perhutanan Sosial yang sejalan dengan program BERANI Makmur dalam memperkuat ekonomi hijau dan pengembangan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK).
“Perhutanan sosial adalah program strategis pemerintah. Tahun 2023, nilai transaksi HHBK Sulteng mencapai Rp43 miliar dan menempatkan Sulteng di posisi lima besar nasional,” ujarnya.
Workshop diikuti jajaran Dinas Kehutanan provinsi dan kabupaten/kota, Balai Kemenhut se-Sulteng, Kanwil BPN, Satgas PKA, lembaga nonpemerintah, serta mitra kehutanan. *
Sumber: Humas Pemprov Sulteng















