Palu, Harianpos,- Pengarusutamaan Gender (PUG) tidak lagi sekadar menjadi isu, namun telah menjadi sebuah tuntutan yang mendesak bagi kementerian lembaga dan pemerintah daerah.
Di era ini, kesetaraan gender bukanlah sekadar retorika kosong, melainkan suatu kebutuhan mendesak yang harus dilaksanakan guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Inilah mengapa setiap langkah dalam pengembangan kebijakan harus dilandasi oleh pemahaman mendalam tentang PUG.
Dalam pelatihan penyusunan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) yang diadakan di restoran Kampung Nelayan, Senin (5/6/2023) kegiatan tersebut dihadiri perwakilan OPD dan mitra kerja yang termasuk dalam Pokja. Sementara narasumber yang dihadirkan yakni dari yayasan sikola mombine, perwakilan BPK RI, akademisi Universitas Tadulako, dan para penggiat gender.
Dalam sambutannya, Asisten Administrasi Umum M. Sadly Lesnusa, S.Sos, M.Si, yang membacakan pesan dari gubernur, menjelaskan pentingnya PPRG sebagai alat yang dapat memberikan manfaat dan daya ungkit untuk mengurangi kesenjangan. Beliau menegaskan bahwa pendekatan Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat (APKM) merupakan faktor-faktor kunci dalam penyusunan anggaran responsif gender yang efektif. Selain itu, aspek regulasi, rencana aksi daerah, dan monitoring evaluasi juga berperan penting dalam memastikan terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender.
Diharapkan bahwa melalui kegiatan ini, kesamaan persepsi akan tercipta di antara seluruh peserta. Hal ini penting untuk memastikan bahwa upaya PUG tidak hanya dilakukan secara sporadis, tetapi juga menjadi bagian integral dari kebijakan dan praktik pemerintah.
Kepala bidang kualitas hidup perempuan dan keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulteng, Irmawati, SE, M.Si, selaku ketua panitia, menjelaskan bahwa kegiatan ini diadakan setiap tahun sebagai bentuk capacity building bagi anggota Pokja di OPD lingkup Sulteng. PPRG juga menjadi salah satu tolak ukur penilaian PUG di daerah oleh pemerintah pusat.
“Tentu melalui anggaran responsif gender, perempuan memiliki akses yang setara terhadap hasil-hasil pembangunan,” ungkap Irmawati dengan penuh harapan. Melalui pendekatan ini, diharapkan perempuan dapat memperoleh manfaat yang sama dan memiliki kesempatan yang adil untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
PUG bukan hanya sekadar isu yang diutarakan dalam retorika belaka, melainkan sebuah komitmen nyata untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam pembangunan. Dengan membangun kebijakan dan anggaran yang responsif gender, kita menciptakan kesempatan bagi perempuan untuk mengakses hasil pembangunan dengan setara. Inilah fondasi yang kuat untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.***