Wartawan Diusir dari Rapat PETI, Wakil Bupati Tutup Akses Liputan

Parigi, Harianpos,- Rapat pembahasan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Ruang Rapat Bupati Parigi Moutong, Senin (20/10/2025), digelar secara tertutup. Wakil Bupati Abdul Sahid secara tegas meminta wartawan meninggalkan ruangan sebelum rapat dimulai.

Sejak pukul 10.15 WITA, sejumlah wartawan dari Tribun, The Opini, Zenta Inovasi, Bawa Info, dan Seruan Rakyat telah berada di dalam ruangan untuk melakukan peliputan. Kehadiran jurnalis dianggap sah karena agenda rapat tersebut sebelumnya telah dibagikan secara resmi oleh Kabag Prokopim Sri Nurahma di grup WhatsApp Presroom Parigi Moutong.

Bacaan Lainnya

Namun, pada pukul 10.45 WITA, Wakil Bupati Abdul Sahid meminta Kepala Dinas Kominfo, Enang Pandake, agar mengarahkan lima wartawan yang sudah berada di dalam ruangan untuk keluar dan tidak mengikuti rapat.

“Silakan wartawannya keluar dulu, rapat ini tertutup,” ujar Wakil Bupati, seperti disampaikan oleh sumber jurnalis yang berada di lokasi.

Langkah tersebut menimbulkan pertanyaan, sebab secara administratif rapat tidak diumumkan sebagai kegiatan tertutup. Bahkan, dalam agenda resmi Pemerintah Daerah yang disebar ke media, rapat tersebut tercatat sebagai bagian dari kegiatan pimpinan daerah pada hari itu.

Kejanggalan semakin menguat ketika surat undangan rapat yang beredar menunjukkan nomor 0001.5/8246/BAG Umum dan bertanggal 19 November 2024, yang tidak sesuai dengan waktu pelaksanaan rapat pada 20 Oktober 2025.

Dalam surat undangan tertulis, Pemerintah Daerah menindaklanjuti rapat sebelumnya pada 15 Oktober 2025 terkait PETI di Desa Kayu Boko, Kecamatan Parigi Barat. Rapat lanjutan ini disebutkan akan dipimpin oleh Bupati dan Wakil Bupati. Sebanyak 45 peserta tercantum dalam lampiran undangan, terdiri dari perangkat OPD, aparat teknis, dan sejumlah tokoh.

Menariknya, salah satu nama dalam daftar undangan adalah Ibrahim Kulas, S.Pd, seorang guru PNS aktif, sehingga memunculkan pertanyaan mengenai peran dan keterlibatannya dalam pembahasan soal tambang ilegal.

Penolakan terhadap kehadiran media memicu kritik terkait keterbukaan informasi publik. Terlebih, persoalan PETI di Parigi Moutong telah menjadi isu besar menyangkut keselamatan warga, kerusakan lingkungan, serta dugaan keterlibatan pihak tertentu.

Sejumlah jurnalis menilai tindakan tersebut bertentangan dengan semangat transparansi dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Kalau rapat membahas kepentingan publik seperti PETI, seharusnya media diberi akses, bukan dikeluarkan,” kata salah satu jurnalis yang hadir.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Wakil Bupati Abdul Sahid maupun pihak Pemerintah Daerah terkait alasan rapat tersebut ditutup untuk media.*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *