Parigi, Harianpos – Anggota DPRD Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Mohammad Fadli meminta Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI untuk meninjau langsung proyek rehabilitasi ruang rawat inap berstandar KRIS di RSUD Raja Tombolotutu, Kecamatan Tinombo, yang hingga kini bermasalah dan belum dapat difungsikan.
Ia menyayangkan proyek dengan anggaran miliaran rupiah tersebut belum bisa dimanfaatkan meski proses pekerjaan telah selesai secara administratif.
“BPK memang telah melakukan audit dari sisi laporan keuangan, tapi DPRD melalui Pansus harus meninjau dari aspek konstruksi dan pemanfaatannya. Kita bisa libatkan OPD teknis seperti Dinas PUPRP untuk menilai secara teknis kondisi bangunan itu,” tegas Fadli saat rapat Pansus LHP BPK bersama Dinkes dan dua Rumah Sakit, yakni RSUD Raja Tombolotutu dan RSUD Buluye Napoae Moutong, Rabu (25/6).
Ia menambahkan, jika ditemukan indikasi pelanggaran teknis atau penyimpangan dalam pekerjaan tersebut, maka DPRD melalui Pansus dapat merekomendasikan ke BPK untuk melakukan audit khusus.
Bahkan, menurut Fadli, perusahaan-perusahaan yang mengerjakan proyek dengan anggaran miliaran rupiah namun hasil pekerjaannya mengalami gagal fungsi atau tidak dapat dimanfaatkan, harus direkomendasikan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Politisi PKS tu mengaku geram melihat kondisi bangunan yang seharusnya digunakan untuk perawatan pasien, namun tidak bisa difungsikan akibat kekurangan volume pekerjaan sebagaimana temuan BPK. Menurutnya, meskipun nilai kerugian negara tergolong kecil, dampak riil terhadap pelayanan kesehatan jauh lebih besar.
“Memang dari sisi kerugian keuangan negara ada, meskipun itu kecil tetapi sesungguhnya ada kerugian yang lebih besar disitu, karena tidak bisa manfaatkan,” jelas sekretaris Pansus LHP BPK, Fadli.
Ia juga menyampaikan perlunya pemanggilan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek untuk memberikan klarifikasi. Hal ini menyusul pernyataan Direktur RSUD Raja Tombolotutu, dr. Flora, yang mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pelaksanaan proyek tersebut.
“Kalau direktur rumah sakit sebagai pengguna anggaran tidak dilibatkan, dan tidak diberikan dokumen apapun soal pekerjaan itu, berarti ada rantai koordinasi yang terputus. Ini patut didalami. Karena kalau begini modelnya, secara sempit saya memaknai ada sesuatu yang disembunyikan,” ungkap Fadli.
Sementara itu, Direktur RSUD Raja Tombolotutu, dr. Flora, dalam rapat tersebut mengaku selama proses pekerjaan rehabilitasi bangunan berlangsung, pihaknya tidak pernah diajak untuk melakukan pengecekan atau menerima dokumen pekerjaan dari pihak pelaksana maupun PPK.
Bahkan, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ia telah berulang kali menyampaikan permintaan melalui grup WhatsApp yang beranggotakan PPK dan pelaksana proyek rehabilitasi gedung, untuk memperoleh dokumen atau data perhitungan volume pekerjaan.
Permintaan itu dilakukan agar pihaknya dapat memahami progres , khususnya item pekerjaan yang telah dan belum dikerjakan. Hal tersebut juga telah dituangkan dalam tanggapan tertulis saat dimintai klarifikasi oleh Inspektorat.
“Kalau ditanya apa kekurangannya, saya tidak bisa jawab. Kami tidak tahu karena tidak pernah diberi dokumen. Kami sudah minta berulang kali bahkan lewat grup WhatsApp, tapi tidak direspons,” jelas dr. Flora.
Untuk diketahui, selain RSUD Raja Tombolotutu, Pansus DPRD juga berencana meninjau proyek serupa di RSUD Buluye Napoae Moutong yang mendapat alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024 sebesar Rp1,5 miliar.
Bahas Polemik Rehab Rawat Inap di RSUD Tinombo, Pansus : Panggil PPK, Bila Perlu Rekom ke APH
