Parigi, Harianpos – Sekretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, Arif Alkatiri menyoroti kinerja Pj Bupati, Richard Arnaldo yang dinilai belum menyentuh pada penyelesaian masalah di kabupaten Parigi Moutong.
Sejauh ini, Arif menilai, kinerja kepemimpinan Pj Bupati hanya berkutat pada kegiatan Pemerintahan yang bersifat seremonial, belum ada langkah kongkrit yang menyentuh langsung ke masyarakat.
“Kalau saya lihat soal kinerja Pj Bupati, masih seperti yang lalu. Hanya evaluasi, pembukaan (acara) rapat-rapat, belum ada yang menyentuh sampai ke masyarakat. Kalau ada, tunjukan ke saya,” tegasnya Arif Alkatiri, di Parigi, Jum’at, 7 Juni 2024.
Pasar Sentral Parigi Masih Jadi Beban Pemda
Menurut Arif, salah satu persoalan daerah yang masih membutuhkan perhatian yaitu masalah pemanfaatan Pasar Sentral Parigi yang hingga kini masih menjadi utang Pemerintah Daerah (Pemda) Parimo di Bank Dunia.
“Bicara satu masalah saja, Pasar Sentral Parigi. Itu sudah luar biasa,” imbuhnya.
Mantan anggota DPRD Parimo ini mengaku sangat prihatin melihat kondisi Pasar Inpres Parigi yang sampai saat ini masih sepi. Bahkan, tak sedikit pedagang hanya memilih berjualan di luar area Pasar hingga menyebabkan banyak bangunan yang tidak terisi.
Baca juga : Gubernur Diharap Segera Evaluasi Kinerja Pj Bupati Parimo Jelang Pilkada
Sisi lain masalah Pasar tersebut, soal penumpukan sampah mulai dari area dalam hingga luar pasar yang belum terselesaikan.
“Capaian kinerja tersebut tidak perlu dengan hal-hal yang luar biasa seperti penghargaan Adipura. Sebab, penumpukan masalah sampah di dalam hingga di luar Pasar Sentral Parigi belum terselesaikan,” jelas Arif.
Sementara di kawasan lain, menurut Arif, masih terdapat pedagang berjualan di pinggir-pinggir jalan.
Kemudian dari sisi ekonomi, pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tumbuh sendiri dan terkesan tak tersentuh bantuan pemerintah.
“Mereka tumbuh sendiri, karena persoalan ekonomi sulit. Saya contohkan, kontainer akal-akal di pinggir jalan terus tumbuh. Tidak dibantu, apa yang bisa mereka bikin, apa saja dijual,” tukasnya.
Ia pun menyoroti, soal adanya refocusing dan defisit anggaran yang dinilainya tidak mendasar.
“Defisit tidak begitu. Misalnya begini, saya punya uang Rp 100 juta, dituangkan dalam bentuk program yang nilainya sama. Ada uangnya, sekarang apa alasan defisit itu?,” tukasnya.
Justru, Arif Alkatiri menduga, ada program-program yang dilebihkan atau terjadi kesalahan penghitungan anggaran.