Morowali, Harianpos, – Aliansi Mahasiswa Kecamatan Bahodopi Bersatu (AMKBB) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Hauling PT Industri Morowali Indonesia Park (IMIP). Senin, (12/02/2024).
Massa Aksi yang tergabung dalam paguyubuan mahasiswa Kecamatan Bahodopi tersebar di empat kota, Palu, Makassar, Kendari, dan Yogyakarta tersebut membawa empat tuntutan, Tuntutan pertama, memperjelas status perizinan penambahan kawasan industri PT. IMIP dari 2000 Ha menjadi 3855,56 Ha.
Kemudian, Bertanggung jawab atas penurunan kualitas lingkungan hidup, menerapkan aturan pelarangan parkir di sekitar jalan trans sulawesi, serta meningkatkan berbagai fasilitas dukungan dan kebutuhan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
”Kami tergerak untuk segera menyampaikan tuntutan ini, sebab hampir sebelas tahun perusahaan berjalan, ketimpangan dan masalah sosial masih dirasakan oleh banyak orang. Ditambah lagi dengan kerusakan lingkungan yang bisa menimbulkan terjadinya bencana alam,” ungkap peserta aksi, Asrar dalam tuntutannya
Kata Asrar, akibat aktivitas pertambangan, kualitas lingkungan hidup yang terus menurun.
Sehingga ia menekankan, pihak perusahaan harus beralih ke pembangunan yang berkelanjutan dengan menitikberatkan sinergisme pilar-pilar sosial, ekonomi, dan lingkungan.
“Pada pengembangan konsep Mining, Mineral and Sustainable Development (MMSD), perlu ditambakan dengan pilar keselamatan (safety) dan efisiensi sumber daya (efficiency resaources). Dengan demikian, konsep pertambangan berkelanjutan yang ditawarkan melalui akultrasi pilar sosial, ekonomi, lingkungan, safety, dan efisisensi,” lanjut mahasiswa Universitas Tadulako (Untad) tersebut.
Ia juga menegaskan, agar pihak perusahaan membuka akses keterbukaan informasi publik dan pelibatan masyarakat. Hal itu dilakukan mengingat status perizinan kawasan industri diduga tidak memenuhi prosedur yang ada.
” Pada 18 Desember 2023 lalu, PT. IMIP melakukan konsultasi publik mengenai perizinan lingkungan (AMDAL) di Kota Palu. Pembahasan dalam kegiatan tersebut mengenai Studi AMDAL rencana pengembangan kawasan dari 2000 Ha menjadi 3855,59 Ha. Kontradiksi yang belum dimengerti masyarakat yaitu area pengembangan kawasan seluas 1855,59 yang berada di luar kawasan industri,” tuturnya.
Selain itu mereka menilai, isu lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja menjadi perkara yang terus berulang dan kunjung menemukan penyelesaian.
”Hal ini membuktikan bahwa persiapan dan perencanaan pembangunan daerah terbilang prematur. Perkembangan industri yang begitu cepat tidak dapat diimbangi dengan pelaksanaan perencaan,” pungkasnya.*