Palu, Harianpos,- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sulteng menggelar aksi menolak kekerasan seksual yang terjadi di Sulawesi Tengah. Aksi ini dilaksanakan sebagai bagian dari peringatan Bulan Bung Karno, Bertempat di depan Monumen Bung Karno, Jalan Moh. Hatta, Kota Palu, Senin (19/06/2023).
Aksi ini merupakan momen penting untuk mengangkat isu-isu kemanusiaan yang masih menjadi tantangan di masyarakat saat ini. Dalam aksi tersebut, GMNI Sulteng menekankan perlunya perlindungan yang lebih kuat terhadap perempuan dan menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan seksual.
Rifat Hakim, Ketua DPC GMNI Kabupaten Luwuk, dalam orasinya menyampaikan dorongan kepada pemerintah provinsi Sulawesi Tengah untuk berpihak pada perlindungan perempuan. Ia menekankan bahwa masalah seperti kekerasan seksual yang terjadi di Parimo adalah sesuatu yang tidak berperikemanusiaan. “Negara seharusnya memiliki komitmen yang kuat dalam melindungi perempuan di Sulteng,” ungkapnya dengan tegas.
Selain itu, Rifat juga mendorong kampus-kampus di Sulawesi Tengah untuk turut melakukan penanganan terhadap kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya peran lembaga pendidikan dalam melindungi mahasiswi dan memberikan lingkungan yang aman bagi mereka.
Fahmi Ramadhan, Koordinator Lapangan sekaligus Ketua DPC GMNI Kota Palu, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk tindakan seksual atau tindakan lain yang bertujuan mendapatkan kepuasan seksual secara paksa. Bentuk kekerasan ini meliputi pelecehan fisik dan verbal, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan dan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, serta kontrol seksual yang mendiskriminasi perempuan.
Fahmi menegaskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak masih terus terjadi dan belum kunjung selesai. Hal ini merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
Data yang dihimpun oleh GMNI Sulteng dari berbagai sumber menunjukkan bahwa sejak Januari hingga Mei 2023, terdapat 194 kasus kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Tengah. Angka tersebut belum mencakup kasus-kasus yang tidak tercatat, yang menunjukkan besarnya masalah yang dihadapi perempuan di daerah ini.
GMNI Se Sulawesi Tengah, yang terdiri dari DPC GMNI Palu, DPC GMNI Parimo, DPC GMNI Donggala, DPC GMNI Luwuk Banggai, dan DPC GMNI Touna, sepakat untuk mengkampanyekan penolakan terhadap kekerasan di seluruh kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah. Langkah ini menunjukkan adanya upaya bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan bagi perempuan di daerah ini.
Aurel, seorang aktivis GMNI Luwuk Banggai, dalam orasinya menyatakan bahwa kekerasan seksual masih menjadi masalah yang serius. GMNI Se-Sulteng menuntut agar Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah memberikan prioritas dalam penanganan dan pencegahan kekerasan serta pelecehan seksual terhadap perempuan di daerah ini. Selain itu, aktivis perempuan ini juga meminta setiap perguruan tinggi di Sulawesi Tengah untuk membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus, sesuai arahan yang terdapat dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.
Peringatan Bulan Bung Karno oleh GMNI Sulteng menjadi momentum penting dalam mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Tengah. Aksi ini menyoroti perlunya perlindungan yang lebih kuat bagi perempuan serta keterlibatan seluruh pihak, termasuk pemerintah dan institusi pendidikan, dalam menangani masalah ini. Melalui upaya kolaboratif, diharapkan Sulawesi Tengah dapat menjadi daerah yang aman dan bebas dari kekerasan bagi perempuan.*