Palu, Harianpos.com- Aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali berlangsung pada Kamis, (06/10/2022). Massa yang tergabung dari Himpunan Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Himadigsa) Universitas Tadulako (Untad) menolak kenaikan harga BBM.
Rhamona Tawue dalam orasinya menyampaikan Hal yang menjadi urgensi vital dari Pemerintah menaikan harga BBM dengan dalih menjaga stabilisasi ekonomi demi mengantisipasi krisis moneter. Kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontrak dikalangan warga negara Indonesia karena BBM merupakan komoditi komsumtif pokok rakyat.
“Jika ditinjau dari alasan Pemerintah, sangat tidak logis menaikkan BBM dengan dalih APBN membengkak, karena serapan dana terbesar APBN itu untuk proyek IKN yang merupakan proyek para investor,” jelas Rhamona.
Ia mengatakan Maka sangat disayangkan lagi-lagi rakyat yang menjadi tumbal kebijakan membabi buta Pemerintah tanpa mempertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi dari dampak kebijakan tersebut.
“Seperti inflasi disemua sektor yang akhir episodenya menimbulkan krisis moneter akibat kebutuhan lebih tinggi daripada pendapatan dan angka kemiskinan serta pengangguran akan bertambah,”
Dilain hal ia menduga, dengan kenaikan BBM ini juga sebagai upaya untuk menutupi semua isu yang menyangkut instansi POLRI sebut saja kasus Ferdi Sambo.
“Padahal kasusnya sudah berjalan selama 3 bulan, ini menandakan ketidak seriusan pihak berwenang untuk mengusut kasus tersebut. Kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat karena menghilangkan nyawa seseorang yang sudah direncanakan sebelumnya,” kata Rhamona.
Selain itu ia mengatakan, menolak lupa juga kasus-kasus pelanggaran HAM sebelumnya seperti kasus penembakan salah satu Mahasiswa Universitas Halu Oleo saudara Randi yang sampai hari ini penembaknya belum terungkap.
“Khusus di regional Sulteng saudara Aldi yang rela merenggut nyawa akibat keganasan pihak keamanan pada saat menangani masa aksi demontrasi penolakan tambang di Kabupaten Parigi moutong,” ungkapnya
Selain itu mereka menyoroti isu daerah terkait hak penyintas Palu Sigi Donggala (Pasigala) yang saat ini masih banyak penyintas yang belum mendapatkan haknya secara penuh.
“Padahal sudah 4 tahun bencana Gempa, stunami, dan likuifaksi berlalu namun rezim hari ini menutup mata dengan semua penderitaan rakyat, seperti yang kita ketahui juga pada tanggal 12 september 2022 Gubernur Sulawesi Tengah Rusdi Mastura menanda tangani dana hibah sebesasar 14 M yang seharusnya itu bisa membantu dana pembangunan Huntap untuk para penyintas,” Kata Rhamona
“Apa yang terjadi hari ini menggambarkan rezim yang tidak becus dan memperlihatkan kegagalan mengakomodir kepentingan rakyat maka hari ini tidak kata lain selain revolusi total di tubuh rezim biadab yang duduk di kursi kuasa tak bertahta,” pungkasnya. ***