Kendari, Harianpos.com– Sekretaris Ditjen Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Paudah mengingatkan aparatur desa untuk bersungguh-sungguh dalam menangani stunting atau gangguan pertumbuhan pada anak.
Sebab, jika tidak ditangani dengan baik, persoalan stunting akan menghambat rencana mewujudkan Indonesia Emas 2045.
“Tolong ya, stunting jangan dijadikan jargon,” katanya saat bertemu peserta pelatihan aparatur desa Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (14/11/2023). Dikutip dari Jawapos
Untuk penanganan stunting ini, Paudah meminta pemerintah desa mengalokasikan anggaran yang cukup untuk kegiatan Kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Posyandu.
Sebagaimana diketahui, saat bincang-bincang dengan peserta dari PKK dan Posyandu, mereka umumnya hanya mendapatkan anggaran Rp 10 juta – Rp 15 juta pertahun. Dana tersebut digunakan untuk membayar honor dan membiayai kegiatan. “Kecil sekali. Mana cukup?,” ujarnya.
Menurut Paudah, sesuai data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2018, Indonesia memiliki angka stunting yang sangat mengkhawatirkan, yakni sebanyak 9 juta.
“Angka ini besar sekali. Ini akan membebani pembangunan negara. Cita-cita untuk jadi negara maju pada 2045 bisa susah dicapai karena kita harus mengalihan anggaran pembangunan untuk mengurus mereka,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Paudah memaparkan langkah-langkah yang bisa dilakukan kader PKK dan Posyandu yang ada di desa-desa. Salah satunya dengan mencari remaja putri untuk diberi tablet penambah darah
“Tidak sehatnya perempuan hamil karena kurangnya darah. Produksi otak tidak bagus kalau kurang tablet tambah darah,” paparnya.*