Menguak Kasus “Lempar Rumah” Pasutri di Sigi yang Belum Diselesaikan Polisi

Kondisi Rumah Pasutri Lansia diKabupaten Sigi usai dilempari kelompok tak dikenal. Foto : TIM

Sigi,Harianpos  Sepasang suami istri (Pasutri) berusia lanjut (lansia) asal Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah meminta kepada Jajaran petinggi Polri untuk dapat menangani laporan aduan yang dibuatnya  pasca pengrusakan rumah yang dilakukan kelompok tak dikenal pada Kamis (06/01/2022) silam. Pasutri lansia juga meminta perlindungan Polisi atas permasalahan yang menimpanya.

Kepada wartawan, Tepa (81) dan istrinya Farida ( 67) , Pasutri lansia yang menjadi korban persekusi menceritakan kronologi kejadian pengrusakan yang dilakukan sekelompok orang tidak dikenal pada kamis (06/01/2022) pukul 24.00 di desa Bobo . Rumah tempat tinggal mereka dilempari ratusan batu oleh sekelompok orang tak dikenal yang mengakibatkan trauma bagi keduanya.

Bacaan Lainnya

Bahkan, para pelaku pelemparan rumah tersebut juga menyulut api yang membakar pintu rumah Pasutri renta tersebut, pakaian mereka yang dijemur diteras rumah turut dibakar massa.

“Rumah kami dilempar batu dan pintu serta pakaian kami juga dibakar mereka, kami berdua sampai ketakutan dan berteriak minta tolong kepada tetangga,tetapi herannya tidak ada satupun tetangga yang mau bantu tolong kami “ ungkap Tepa,lelaki uzur yang akrab disapa papa Yan tersebut.

Paginya, Tepa mengajak Istrinya mengungsi ke kebun mereka untuk menghindari kejadian serupa terulang, keduanya yang hidup jauh dari sanak keluarga tersebut akhirnya harus hidup tertekan dan ketakutan selama tiga hari di rumah kebun miliknya.

“Kami memilih pindah ke pondok kebun kasian, supaya tidak diganggu orang yang benci kami,kami tidak tau kami salah apa ? “ ujar Istri Tepa, Farida, Jumat (28/01/2022) saat ditemui di Huntara Petobo.

Parahnya, walau sudah mengungsi ke kebun tinggal, para pelaku persekusi masih mengulangi  perbuatan mereka dengan melempari rumah Papa Yan dengan bebatuan sehingga sebagian atap rumah dipenuhi batu.

Merasa kebingungan dan ketakutan, Pasutri lansia tersebut milih tidak menghubungi anak- anaknya untuk memberitahu musibah yang menimpanya. Beruntung ada warga bersimpatik yang berinisitif membonceng Farida (istri Tepa) turun ke Palu bertemu dengan anak anaknya.

Mendengar masalah yang menimpa orang tuanya, para anaknya mendampingi orang tuanya melaporkan kasus pengrusakan rumah itu  ke Polsek Palolo.

Dipolsek Palolo, laporan Farida diterima oleh Ka.SPKT Regu I/B yakni Aiptu Irwan dengan nomor Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi (STPL)  03/I/ 2022/Sulteng/Res Sigi/ Sek.PII tertanggal 09 Januari 2022 sekitar pukul 13.00 Wita.

Anehnya, sejak kejadian pengrusakan tersebut , Kepala Desa Bobo dan Bhabinkantibmas desa Bobo tidak pernah memberikan informasi dan laporan pendahuluan atas kejadian yang menimpa warganya.

Bahkan menurut pengakuan Pasutri ini  kepada wartawan, sebelum kejadian Kepala Desa Bobo pernah berkunjung kerumahnya dengan maksud menanyakan kepada keduanya terkait praktek perdukunan yang dicurigai dilakukan oleh Pasutri tersebut.

“Benar kepala desa Bobo datang kerumah kami sebelum kejadian pelemparan dan pembakaran rumah kami, tujuannya meminta kami mengaku jika kami menjadi penyebab anaknya sakit keras dan kematian empat warga sebelumnya, “ ungkap mama Yan, Istri Tepa sambil terisak.

Dicurigai sebagai dukun santet, keduanya hanya bisa pasrah sambil berpesan kepada kepala desa Bobo agar jangan sembarang menuduh orang.

 “Saya hanya bilang kepada Kepala Desa agar mempertemukan kepada orang yang memfitnah kami sebagai penyebab meninggalnya empat warga ,kami bahkan bersumpah diatas Al-quran bahwa kami bukanlah orang yang berbuat syrik dengan memuja setan untuk mencelakakan orang lain, “ jelas Tepa dengan bahasa yang terbata –bata.

Pada saat itulah, kepala desa Bobo sempat mengeluarkan bahasa agar keduanya berhati- hati dikarenakan dirinya selaku kepala desa khawatir akan ada kejadian.

“Pak Kepala hanya bilang hati hati, takutnya nanti ada kejadian ,ternyata beberapa hari usai kedatangan kepala desa tersebut, rumah kami dilempari orang bahkan berusaha dibakar, “ timpal Farida dengan menahan isak tangis.

Polisi Hanya Upayakan Selesaikan Lewat Mediasi

Anehnya , Polisi dari Polsek Palolo coba memediasi kasus ini untuk diselesaikan secara Adat di Desa Bobo dengan melibatkan kedua Korban didampingi anak-anaknya dengan kepala desa bersama lembaga Adat Desa Bobo.

Akan tetapi, upaya mediasi di Baruga Adat Desa Bobo tidak berjalan maksimal, pasalnya Kepala Desa Bobo gagal menghadirkan empat warga yang menurutnya melaporkan bahwa kedua Pasutri tersebut menjadi penyebab meninggalnya keluarga mereka.

Seperti dijelaskan Kanit Reskrim Polsek Palolo, Ipda Herfian SH.MH kepada wartawan via telepon, Jumat (28/01/2022) pukul 21.30 Wita.

Menurut Herfian, pihak polsek berupaya memediasi kasus pelemparan rumah tersebut dilembaga Adat Desa Bobo. Sementara untuk laporan Polisinya pihaknya masih berupaya melakukan penyelidikan.

Polisi Tidak Menerbitkan SP2HP, Diduga Langgar Kode Etik Polri

Semenjak dilaporkan,  pihak Polsek Palolo tidak pernah menghubungi Pelapor untuk memberitahu perkembangan laporan korban, bahkan korban harus mengungsi turun ke palu dikarenakan kasus yang dilaporkan terkesan jalan ditempat.

“Polisi tidak pernah lagi menghubungi kami untuk memberitahukan perkembangan laporan kami ,kami disana merasa terus dihantui ketakutan ,jangan sampai terulang lagi orang mau bunuh kami berdua “ keluh Tepa.

Tim lanjut melakukan konfirmasi terpisah kepada  Kanit Reskrim Polsek Palolo, Ipda Herfian. Ia pun mengakui jika pihaknya belum memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pelapor sejak kasus tersebut diproses dengan alasan lupa karena terlalu banyak kasus lain yang juga sedang ditangani.

  “Di Polsek kami hanya dua orang penyidik,kasus kami tangani banyak,makanya kami lupa berikan SP2HPnya kepada pelapor. Besok saya buatkan dan saya antar ke pelapor SP2HPnya “ jawabnya.

Padahal, SP2HP merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan /penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala.  Penerbitan  SP2HP  telah diatur dalam Peraturan Kapolri  (Perkap) khususnya Pasal 10 ayat (5) Perkap 6/2019 serta Pasal 11 Ayat (2) Perkap 21/2011.

Sementara , Kapolsek Palolo, AKP Breacman P.Putra ketika dihubungi via telepon genggem mengakui pihaknya belum memberikan SP2HP kepada pelapor dikarenakan kasusnya masih dalam penyelidikan.

“Kasusnya masih dalam penyelidikan, makanya belum ada SP2Hpnya,“ jelas Kapolsek Palolo kepada timwartawan melalui sambungan telepon.

Kapolsek mengaku,  kasus pelemparan rumah tersebut akan ditangani secara terbuka dan serius dengan memeriksa sejumlah pihak.

“Kasusnya masih kami selediki pelakunya, kami akan kabari pelapor perkembanganya, “ tegasnya.

SOP Penerbitan SP2HP Polisi

Diketahui, seperti dikutip dari laman Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) milik Polri, dijelaskan bahwa SP2HP pertama kali diberikan pada saat setelah mengeluarkan surat perintah penyidikan dalam waktu tiga hari laporan polisi dibuat. Lebih lanjut, waktu pemberian SP2HP pada tingkat penyidikan untuk masing-masing kategori kasus adalah:

Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20, dan hari ke-30

Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, dan hari ke-60.

Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75, dan hari ke 90.

Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100, dan hari ke-120.

Pasutri  Lansia Minta Kapolda Sulteng Bantu Atensi Laporan Polisinya

Kepada wartawan, Pasutri Korban persekusi warga tersebut meminta agar pimpinan Polri di Sulawesi Tengah,  dapat membantu menyelesaikan kasus yang menimpanya, mereka berharap dapat melanjutkan sisa hidupnya dengan tenang tanpa persekusi ataupun tuduhan fitnah sebagai dukun santet (doti).

“Kami memohon kepada Kapolda Sulteng atau Kapolres Sigi agar pelaku pengrusakan rumah kami ditangkap dan diproses hukum,kami mau hidup tenang di sisa usia kami ranga (Kasian),” pintanya.**

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.