Parigi, Harianpos – Maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kabupaten Parigi Moutong (Parimo) kian menarik perhatian. Tak hanya soal dampak kerusakan yang ditimbulkan. Namun, sorontan lain tertuju pada sejumlah alat berat excavator yang terus beroperasi di lokasi PETI di tengah gencarnya desakan penertiban dari berbagai kalangan.
Seperti diungkapkan, salah seorang warga yang turut mengkeluhkan keberadaan tambang emas ilegal di desa Tirta Nagaya, kecamatan Bolano Lambunu. Ia mengaku heran. Sebab, aktivitas alat berat excavator di lokasi PETI di desa ini tetap berlangsung ditengah desakan beruntun kepada aparat penegak hukum (APH) untuk menutup dan menindak tegas para cukong atau pemodal PETI.
” Kayaknya tidak takut ini pemodal, karena masih beroperasi diatas (PETI Tirta Nagaya) pakai excavator,” katanya yang meminta nama dirahasiakan saat wawancara via telepon, Minggu (26/01/2025) malam.
Ia mengatakan, akivitas tambang tak berizin di Tirta Nagaya sudah berjalan beberapa tahun. Selama beroperasi, tak sedikit dampak lingkungan ditimbulkan, mulai kerusakan alam, pencemaran air sungai, hingga merembet pada terancamnya produktifitas padi milik petani.
Menurutnya, pertambangan ilegal di desa ini tersebar di sejumlah titik lokasi yang oleh warga setempat menyebutnya Mangifi, Duyung, Talenge, dan Madopo. Setiap lokasi itu, kata dia, masing-masing memiliki ‘bos’ sebagai pengelola dengan memakai maksimal dua unit alat berat.
Ia menyebut, para cukong tersebut berasal berbagai daerah, beberapa diantaranya bersuku Bugis Makasar, Sulawesi Selatan. Bahkan, salah satu bos pemilik alat excavator merupakan warga lokal berlatarbelakang pengusaha.
“Disana berbeda-beda bosnya. Setiap pengelola bisa pakai dua alat berat. Jadi proses kerjanya satu alat berat dipakai ba gale, yang satunya ba muat di talang, ” jelasnya.
Para Cukong PETI di Tirta Nagaya yang Tak Gentar APH
