Touna, Harianpos.com– Penyangga Tatanan Negara Indonesia (PETANI), seharusnya tidak boleh lagi mendapatkan kesulitan dalam memperoleh pupuk, tidak boleh lagi sengsara dalam mengakses lahan untuk digarap,serta tidak boleh lagi dirampas tanahnya hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.
Hal ini menjadi tuntutan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Tojo Una-Una pada aksi memperingati Hari Tani Nasional 2024, Selasa (24/9/2024).
Tanggal ini memiliki makna historis karena ditetapkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963 sebagai hari yang memperjuangkan hak-hak petani. Dalam aksi ini, GMNI Touna menyoroti persoalan kelangkaan pupuk dan distribusi yang tidak merata di Kabupaten Tojo Una-Una.
Salah satu tuntutan utama dalam aksi tersebut adalah agar pemerintah daerah segera bertanggung jawab atas permasalahan distribusi pupuk yang dinilai tidak tepat sasaran. Selain itu, GMNI Touna juga menuntut stabilisasi harga hasil pertanian, yang dinilai tidak stabil dan merugikan petani di wilayah tersebut.
Isu-isu ini merupakan hasil konsolidasi GMNI Touna bersama masyarakat dan mahasiswa lainnya, yang membentuk Front Marhaen Berjuang (FMB) dengan fokus pada dua tuntutan utama: distribusi pupuk yang merata dan stabilisasi harga panen.
Aksi tersebut dilakukan di depan kantor Bupati Tojo Una-Una dengan rangkaian demonstrasi, mimbar jalanan, dan pembagian selebaran.
Ahmad Irwansah, Korlap aksi yang juga kader GMNI Touna, menyampaikan harapan mereka untuk bisa melakukan dialog (hiring) dengan Bupati Mohamad Lahay dan dinas terkait. Namun, harapan itu pupus saat negosiasi dengan pihak keamanan mengalami kendala.
Setelah menyampaikan tuntutan mereka, aparat kepolisian yang bertugas di kantor Bupati menawarkan perwakilan masa aksi untuk bertemu pejabat terkait, namun hanya dibatasi pada 10 orang. Meskipun awalnya hanya diperbolehkan empat perwakilan, masa aksi tetap menuntut agar seluruh peserta aksi diizinkan masuk atau Bupati yang keluar menemui massa.
Masa aksi memberikan waktu 2×20 menit bagi Bupati untuk datang, namun tidak ada respons dari Bupati maupun dinas terkait. Situasi ini memicu ketegangan antara massa aksi dengan aparat keamanan.
Terjadi Korban di Pihak Demonstran
Ketegangan meningkat ketika aparat keamanan mulai mengambil tindakan represif terhadap massa aksi. Dalam insiden tersebut, seorang demonstran, Moh. Fatul Ulum Lahalik, mengalami luka akibat kekerasan fisik, termasuk memar di pelipis dan luka di kaki. Selain itu, lima kader GMNI lainnya juga mengalami tindakan kekerasan seperti pencekikan dan penyeretan oleh aparat.
Akibat kekerasan ini, Ketua GMNI Touna mengecam keras tindakan aparat dan meminta Kapolda Sulawesi Tengah untuk memecat Kapolres Tojo Una-Una karena dianggap tidak mematuhi prosedur pengamanan yang benar.
GMNI Touna juga meminta Bupati Tojo Una-Una untuk memberikan sanksi kepada staf kantornya yang terlibat dalam kekerasan terhadap kader GMNI.
Aksi ini berakhir dengan kekecewaan besar di pihak demonstran. Mereka menilai pemerintah daerah gagal merespons tuntutan dan aspirasi yang disampaikan dengan baik. Tanpa adanya dialog atau solusi yang konkret, massa aksi memutuskan untuk meninggalkan lokasi, meninggalkan pertanyaan besar tentang komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan petani di Tojo Una-Una.
Momentum Hari Tani yang seharusnya menjadi perayaan perjuangan petani justru menjadi refleksi atas tantangan yang masih dihadapi oleh petani lokal, terutama dalam hal distribusi pupuk dan harga hasil panen yang tidak stabil. Aksi ini juga menegaskan bahwa peran mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak petani tetap relevan dan penting di tengah kondisi sulit yang dialami oleh sektor pertanian di daerah.*