Parimo, Harianpos – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kabupaten Parigi Moutong (Parimo) mencatat 66 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sepanjang tahun 2023. Terbanyak adalah kekerasan seksual terhadap anak mencapai 39 korban, sedangkan untuk dewasa 1 orang.
Puluhan kasus ini meliputi kekerasan fisik, kekerasan Psikis, penelantaran, kekerasan seksual dan lainnya.
Tercatat, kekerasan fisik terjadi baik terhadap orang dewasa maupun anak-anak berjumlah sama yaitu masing-masing 9 korban. Sementara penelantaran anak terjadi kepada 3 orang, untuk dewasa masih tercatat 0.
Selain itu, kasus kekerasan pencurian, DP3A mencatat untuk kasus ini ada 2 korban dewasa dan 4 korban anak. Namun kekerasan psikis belum terjadi.
Jika dilihat akumulasi jumlah korban atas kasus tersebut lebih didominasi menimpah anak-anak yang tercatat ada 54 terdiri dari 45 perempuan dan 9 laki-laki. Sedangkan untuk dewasa total 12 orang.
Secara keseluruhan, kasus ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2022 yang hanya sebanyak 63 korban.
Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Pemenuhan Hak Anak, Dinkes Parimo, Rini Dian Aprilyanti mengatakan, tahun ini Kementerian PPPA telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang secara khusus menangani kasus kekerasan terhadap anak.
“Kalau sebelumnya bersifat Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), tahun ini Kementrian membentuk UPTD PPA yang secara khusus menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucap Rini
Rini mengaku, sejauh ini DP3A belum menyediakan rumah aman bagi korban kasus ini, sehingga jika terjadi perlakuan kekerasan tersebut korban masih ditampung di P2TP2A.
“Rumah aman bagi korban kekerasan seksual saat ini belum ada, cuman ada beberapa korban kita masih tampung di P2TP2A,” kata Rini.
Korban Diminta Lapor ke PATBM di Pemerintah Desa
Menurut Rini bila ada korban yang mengalami kasus serupa membutuhkan bantuan maka diarahkan melaporkan diri ke tempat Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang telah dibentuk dimasing-masing desa sebagai perpanjangan tangan dari DP3A.
“Untuk di Pemerintahan Desa kita punya PATBM yang sewaktu-waktu jika terjadi kekerasan dilingkungan masyarakat, bisa mengadukan masalah atau kasusnya ke PATBM, kemudian PATBM yang akan berkoordinasi dengan kami untuk langkah-langkah selanjutnya,” jelasnya.
Rini mengatakan pihaknya juga tengah mefokuskan melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Upaya dilakukan untuk memberikan pengarahan dan perlindungan sebelum masuk penanganannya ke ranah hukum.
“Terkadang mereka para korban tidak tau kemana dan apa yang harus mereka lakukan, jadi kami melakukan pendampingan sebelum mereka ke kepolisian. Selain itu kami melakukan kerjasama dengan pihak RSUD Anutaloko dengan menyediakan layanan Visum bagi mereka,” pungkasnya.