Palu, Harianpos – Tokoh Muda Alkhairaat, Habib Mohammad Sadig al-Habsyi menilai Muktamar Alkhairaat XI yang diselenggarakan pada 21 sampai 23 Juli 2022 mendatang sarat dengan muatan politik.
Hal itu, kata dia, terlihat dalam Surat Keputusan (SK) PB Alkhairaat bernomor : 418/362/PBA/2022 tentang revisi surat keputusan pengangkatan/penetapan panitia pelaksana Muktamar besar Alkhairaat XI nomor : 146/362/PBA/ tahun 2019.
“Saya membaca dengan seksama nama-nama panitia yang ditetapkan. Didalamnya terdapat sejumlah nama politisi nasional yang berasal dari Sulawesi Tengah. Pertanyaan saya, apakah Alkhairaat sudah melupakan khittahnya sebagai lembaga Islam yang bebas dari politik praktis?,” tanya Habib Sadig dalam keterangan Pers yang dikirim ke redaksi, Rabu (15/06/2022).
Ia mengaku belum memahami alasan pelibatan para politisi di dalam kepengurusan Muktamar Alkhairaat XI oleh panitia yang dinilainya bertentangan dengan sikap Guru Tua yang tidak mencampur adukan politik dalam acara tertentu Alkhairaat.
“Tolong diingat, Guru Tua atau Habib Idrus bin Salim al-Jufri pendiri Alkhairaat tidak pernah memberikan contoh seperti ini. Beliau tidak anti politik, tetapi di saat yang sama membebaskan diri keberpihakan dan intervensi politik. Sikap Guru Tua tersebut seharusnya dijadikan pedoman oleh Ketua Umum dan PB Alkhairaat,” jelasnya.
Sebagai salah seorang cicit Guru Tua yang kini menjabat Sekretaris Umum Himpunan Pemuda Alkhairaat (Sekum HPA), Habib Sadig menduga ada upaya dari sejumlah pihak yang berkepentingan politik tertentu menjelang Pemilu 2024, sehingga bisa merusak khittah Alkhairaat.
“Pelibatan para politisi di dalam kepanitian Muktamar XI patut dianggap sebagai intervensi politik. Ini tindakan tidak bermoral. Para oknum tersebut hanya merusak warisan Guru Tua di lembaga Alkhairaat,” tegasnya.***