Palu, Harianpos – Sejumlah mahasiswa menyoroti praktik demokrasi kampus di Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu yang dinilai tidak lagi mencerminkan prinsip keterbukaan dan kesetaraan. Sorotan tersebut mengemuka dalam tayangan podcast Datokarama TV pada 18 Desember 2025, yang membahas regulasi kepemimpinan mahasiswa serta dugaan dominasi kelompok tertentu dalam struktur kekuasaan kampus.
Dalam diskusi tersebut, disebutkan bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Universitas mensyaratkan calon pemimpin mahasiswa harus berasal dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Selain itu, seorang calon tidak boleh direkomendasikan oleh lebih dari satu UKM, serta tidak diperkenankan adanya dua rekomendasi dari UKM yang sama. Ketentuan ini dinilai membatasi ruang partisipasi mahasiswa dalam kontestasi kepemimpinan.
Padahal, jika merujuk pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (SK Dirjen Pendis), mahasiswa yang berhak mengikuti kontestasi kepemimpinan adalah mereka yang memiliki latar belakang UKM, Organisasi Kemahasiswaan (OKM), maupun Unit Kegiatan Khusus (UKK). Bahkan, dalam AD/ART kampus sendiri, semestinya syarat tersebut mencakup UKM dan OKM. Namun dalam praktiknya, mahasiswa yang berlatar belakang OKM justru terpinggirkan.
Aturan yang menguatkan dominasi UKM ini disebut mulai diberlakukan pasca Kongres ke-6 pada tahun 2019. Dalam forum tersebut, muncul koalisi politik yang dinilai tidak sehat dan didominasi oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus (UKM LDK).
Syahrin, salah satu narasumber dalam podcast tersebut, mengungkapkan dugaan adanya motif tertentu di balik penyusunan persyaratan tersebut. Menurutnya, aturan itu diduga sengaja dibuat untuk menghalangi salah satu mahasiswa Fakultas Syariah, Syahidan, yang saat itu berencana maju dalam kontestasi Dewan Mahasiswa (Dema) Universitas.
“ Diduga untuk menghalangi salah satu anak Syariah yang ingin maju ke Dema Universitas,” ujar Syahrin melalui Pres Rilis diterima Redaksi Harianpos. com.
Ia juga menyebutkan bahwa pasca Kongres ke-6, Presiden Mahasiswa terpilih adalah Rizal Liara yang berasal dari UKM LDK. “Pada saat itu Presma yang terpilih adalah Rizal Liara dari UKM LDK,” tambahnya.
Sejumlah mahasiswa kemudian menyoroti pola kepemimpinan yang dinilai berulang. Dalam tiga tahun terakhir, pasangan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa tercatat berasal dari latar belakang UKM LDK. Pada tahun 2020 dipimpin oleh Rizal Liara dan Ansar Sina, tahun 2021 oleh Shadiq Muntashir dan Syahrul Saulisa, serta pada 2023 oleh Tawab dan Yasin. Kondisi ini memunculkan spekulasi adanya upaya melanggengkan kekuasaan oleh kelompok tertentu melalui pola politik yang dinilai tidak sehat.
Selain dugaan tersebut, aturan UKM yang diterapkan sejak Kongres ke-6 juga dinilai menyebabkan pergeseran fungsi UKM. Wadah yang seharusnya menjadi ruang pengembangan minat dan bakat mahasiswa dinilai justru berubah menjadi alat politik praktis.
Suharto, salah satu dosen UIN Datokarama Palu yang fokus pada bidang Komunikasi Politik, menyampaikan bahwa persoalan ini telah lama ia suarakan. Namun, menurutnya, aspirasi tersebut tidak pernah diindahkan.
“Saya sudah berulang kali menyampaikan dalam workshop pedoman ormawa bahwa UKM itu bukan wadah politik. Mereka salah kamar dalam setiap suksesi kepemimpinan mahasiswa. Sepanjang pengamatan saya, hanya di UIN Datokarama mahasiswa berpolitik lewat UKM. Di kampus lain, jalurnya melalui partai politik mahasiswa, HMJ, SMF, dan sejenisnya,” jelas Suharto.
Ia menegaskan bahwa pergeseran fungsi tersebut perlu menjadi perhatian serius. “UKM seharusnya melahirkan profesional di berbagai bidang seperti seni, jurnalistik, olahraga, dan lainnya. Jika UKM sibuk berpolitik, maka jelas terjadi alih fungsi yang perlu ditinjau ulang ke depan,” katanya.
Berbagai sorotan terhadap aturan dan praktik demokrasi kampus ini berdampak pada menurunnya kepercayaan mahasiswa terhadap proses demokrasi internal. Hal tersebut tercermin dari rendahnya partisipasi mahasiswa dalam Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemiluma) tahun ini. Bahkan, Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (HMPS-PAI) secara resmi menyatakan menarik diri dari Pemiluma melalui surat terbuka yang diunggah di akun media sosial resmi mereka.
[dflip id="13876"][/dflip]
