Palu, Harianpos – Rabu petang, ratusan umat Islam dari berbagai kabupaten dan kota di Sulawesi Tengah menggeruduk Hotel Aston Palu.
Mereka berkumpul untuk menolak kehadiran dua tokoh asing yang dianggap intoleran, yakni Pendiri World Impact Ministries (WIM) Peter Youngren dari Kanada dan Jacob Wendesten dari Swiss.
Massa aksi terdiri dari gabungan aliansi umat Islam Sulteng dan Forum Umat Islam (FUI) Sulteng. Koordinator aksi, Alif Veraldhi, menyatakan bahwa Hotel Aston menjadi tempat berkumpulnya tokoh-tokoh yang dinilai intoleran.
Peter Youngren disebut-sebut sebagai figur yang kerap menimbulkan kontroversi, bahkan pernah menerbitkan buku berjudul Meraih Kemenangan di Daerah Musuh.
Sementara itu, Jacob Wendesten menjadi sorotan karena pernyataannya dalam sebuah video yang menyebut adanya kelompok radikal kecil yang menolak Festival Persahabatan di Palu.
Dalam aksi tersebut, beberapa perwakilan massa diterima oleh penyelenggara lokal, yakni Yewin Tjandra dari Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili (PGLII) Sulteng. Negosiator aksi, Hartono Yasin, menegaskan bahwa kedatangan massa bukan untuk menolak suatu agama, melainkan menolak kehadiran individu yang dianggap dapat mengganggu toleransi dan persaudaraan di Sulawesi Tengah.
“Ketua MUI Sulteng dan beberapa tokoh Alkhairaat juga telah menyatakan penolakan terhadap kegiatan ini. Mereka meminta agar acara tersebut dibatalkan demi menjaga keamanan dan keharmonisan di Sulteng,” ujar Hartono, Rabu (29/01/2025).
Ia menekankan bahwa masyarakat telah lama membangun persaudaraan dan toleransi di daerah tersebut, sehingga kehadiran dua sosok tersebut dikhawatirkan dapat merusaknya.
Menanggapi aksi ini, penyelenggara lokal Yewin Tjandra menyampaikan permohonan maaf atas kurangnya komunikasi sebelumnya. Ia berjanji akan menyampaikan aspirasi dan keberatan massa kepada Peter Youngren dan Jacob Wendesten.
Sebelumnya, lokasi Festival Persahabatan telah dipindahkan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Vatulemo ke Lapangan Gelora Bumi Kaktus (GBK). Acara ini sudah mendapatkan izin dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) dan dijadwalkan berlangsung pada 30 Januari hingga 2 Februari 2025.
Aksi protes ini menunjukkan adanya keresahan di masyarakat terkait figur-figur yang dianggap dapat mengganggu harmoni yang telah terjalin di Sulawesi Tengah. Bagaimana kelanjutan festival ini masih menjadi tanda tanya, mengingat adanya tekanan dari berbagai pihak untuk membatalkan acara tersebut.*