“Jumlah pengaduan konsumen ke YLK Sulteng (2021) sampai tadi berjumlah 527. Menempati urutan pertama yaitu urusan kendaraan atau leasing hampir ratusan pengaduan. Alhamdulillah dari 527 selesai semua lewat mediasi,”
Palu, Harianpos – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Salman Hadianto mengatakan banyak hak – hak konsumen yang belum diketahui masyarakat luas, sehingga tak sedikit yang dirugikan. Hal itu telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 1999 (UU Perlindungan Konsumen).
Menurut Salman, UU ini disahkan paska reformasi (1999), namun hingga saat ini masih banyak warga (konsumen) kerap mengalami kerugian baik materil maupun imateril dalam setiap praktik jual beli. Hal itu akibat ketidaktahuannya terhadap hak yang dilindungi Pemerintah melalui UU, termasuk imbas belum pahamnya tentang cara pengaduan ke sejumlah lembaga yang menangani.
Padahal, kata Salman, UU/8/1999 memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang melanggar kewajiban atau tak mengindahkan hak konsumen atas produk yang dijualnya yaitu ancaman penjara 5 tahun atau denda Rp. 2 Miliar.
” UU ini disahkan sudah puluhan tahun lalu, dan ini sudah akan dilakukan revisi, tetapi sampai saat ini sebagian besar kita belum memahami tentang isi regulasi ini, khususnya hak dan kewajiban kita” ungkap Salman.
Salman mengingatkan, walaupun konsumen memiliki hak yang wajib ditunaikan oleh pelaku usaha, tetapi ada kewajiban bagi konsumen yang juga harus dilaksanakan.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara di kegiatan sosialisasi UU Perlindungan Konsumen yang digelar YLK Sulteng pada Senin (25/10/2021) disalah satu Warkop, Kota Palu.
Turut hadir juga sebagai narasumber, kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Richard Arnaldo yang dikuti puluhan wartawan dan mahasiswa di Kota Palu.
Salman mengatakan, sebagai pimpinan lembaga perlindungan konsumen di Sulteng, sepanjang tahun 2021 pihaknya telah menerima sebanyak 527 aduan masyarakat yang merasa dirugikan atas produk yang dibeli.
Dari ratusan laporan itu, didominasi laporan pelaku usaha leasing yang bertindak tak sesuai standar operasional prosedur (SOP) tentang penarikan kendaraan. Sekalipun dilakukan terhadap pelaku kredit kendaraan yang telah menunggak pembayaran.
” Banyak yang menarik kendaraan secara paksa ditengah jalan yang tidak sesuai prosedur penarikan. Pihak leasing tidak menunjukan surat izin penarikan sesuai ketentuan. Kami bukan membela warga yang menunggak pembayaran kredit kendaraan, yang jadi permasalahan caranya (leasing) saat melakukan penarikan kendaraan yang tidak sesuai ketentuan berlaku. Ditarik secara paksa ditengah jalan tanpa surat izin penarikan,” jelas Salman.
Salman menjelaskan terkait langkah konsumen yang merasa dirugikan bisa melakukan pengaduan seperti melaporkan ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) perlindungan konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), termasuk kepada YLK sebagai lembaga advokasi konsumen.
Meski demikian, Salman menyarankan kepada konsumen agar melakukan komplain ke pelaku usaha bersangkutan lewat proses mediasi apabila merasa dirugikan sebelum melayangkan aduan ke lembaga resmi untuk proses hukum.
” Jika merasa dirugikan, silahkan buat aduan ke UPT Perlindungan Konsumen, BPSK, atau YLK. Tetapi alangkah baiknya lakukan komplain ke pelaku usaha yang bersangkutan agar bisa langsung diselesaikan persoalannya oleh pihak bersangkutan. Apabila tidak mendapatkan solusi kedua bela pihak, silahkan buat aduan resmi,” ujar Salman.