Menjaga Keanekaragaman Burung Sulawesi Tengah: KPB Spilornis Gelar Seminar Nasional

BKSDA, TN Lore lindu, Pemateri, Ketua Panitia , Ketua Umum melakukan foto bersama
BKSDA, TN Lore lindu, Pemateri, Ketua Panitia , Ketua Umum melakukan foto bersama

PaluHarianpos–  Memperingati 14 Tahun berdiri dan mengamati Burung spesies endemik, Komunitas Pengamat Burung (KPB) Spilornis Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako (Untad) mengadakan Seminar Nasional bertajuk “Eksplorasi Distribusi dan Biodiversitas Burung serta Upaya Konservasi di Sulawesi Tengah” Selasa (15/10/2024) di Aula Fakultas Kehutanan Untad.

Kegiatan ini dilangsungkan secara luring, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi burung, terutama spesies endemik di Sulawesi Tengah.

Bacaan Lainnya

Dalam sambutannya, Ketua KPB Spilornis, Lusiani Gani, menjelaskan bahwa seminar ini adalah bagian dari peringatan 14 tahun KPB Spilornis dan program kerja mereka yang berfokus pada pelestarian burung.

Lusiani menekankan komitmen KPB dalam menjaga kelestarian burung, terutama spesies endemik, melalui berbagai penelitian dan catatan lapangan yang telah dikumpulkan selama lebih dari satu dekade.

Diskusi utama seminar membahas pencapaian KPB Spilornis selama 14 tahun terakhir. Dr. Moh. Ihsan Nur Mallo, ahli ekologi dan konservasi burung, memaparkan bahwa KPB Spilornis telah mendokumentasikan 263 spesies burung di Sulawesi, termasuk 77 spesies endemik.

Namun, tantangan besar dihadapi karena 30% spesies burung tersebut hanya ditemukan di kawasan non-konservasi, yang rentan terhadap gangguan lingkungan dan minim perlindungan.

Kondisi tersebut, menurut Dr. Ihsan, telah menyebabkan penurunan populasi beberapa spesies, seperti Tiong Lampu Sulawesi (Coracias temminckii) dan Decu Belang, yang kini semakin sulit ditemukan di alam liar. Hal ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk memperkuat upaya konservasi, terutama di wilayah yang belum dilindungi.

Narasumber lain, Andi Maruf Saehana, Kepala Resort 4 Sojol-Pasoso Balai KSDA Sulawesi Tengah, membahas berbagai langkah perlindungan fauna, termasuk burung kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea) di Pulau Pasoso dan burung maleo (Macrocephalon maleo) di beberapa suaka margasatwa. Ia menekankan pentingnya kemitraan dengan berbagai pihak dalam menjaga keberlangsungan habitat burung endemik Sulawesi.

Ketua pelaksana seminar, Andini Tri Yuniarti, berharap acara ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang konservasi burung.

“Sulawesi adalah rumah bagi spesies burung endemik terbanyak di dunia, dan seminar ini menjadi wadah penting untuk menumbuhkan kesadaran tentang upaya pelestariannya,” ujarnya.

Seminar ini juga mendapat dukungan dari Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Naharudin, Spd., M.Si. Beliau memuji KPB Spilornis yang telah memberikan edukasi konservasi melalui berbagai kegiatan nyata.

Prof. Naharudin juga berharap data yang telah dikumpulkan dapat dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, sehingga bermanfaat bagi khalayak luas.

Seminar ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam upaya konservasi burung. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian, diharapkan langkah-langkah yang lebih efektif dapat segera diambil untuk melindungi keanekaragaman hayati Sulawesi Tengah.

Data dan hasil penelitian yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun akan menjadi fondasi bagi kebijakan konservasi yang lebih baik di masa mendatang.

KPB Spilornis juga telah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sulawesi Tengah, dalam memantau populasi burung di berbagai wilayah.*

Pos terkait