Palu, Harianpos – Saat ini, berdasarkan data dari Puskesmas Anuntodea Tipo sejak tahun 2023-2024 lebih dari 700 orang menderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Selain itu banyaknya keluhan warga sekitar yang terganggu dengan adanya polusi debu, akibat aktivitas tambang galian C yang berada di kelurahan Buluri ini.
Hal inilah mendasari Koalisi Petisi Palu-Donggala menggelar Aksi Pembagian Masker di Sekitar Sungai Nggolo, Kelurahan Buluri, Kota Palu, Selasa (21/05/2024).
Arman Seli, Warga Kelurahan Buluri usai pembagian masker mengatakan bahwa persoalan debu sudah cukup lama menjadi keluhan warga setempat.
“Saya kira dengan banyak nya warga lingkar tambang menderita ISPA harus menjadi perhatian serius pemerintah dalam hal ini gubernur sulawesi tengah dan walikota Palu agar mengambil langkah-langah kongkrit. Seperti klinik kesehatan gratis dan memberi sanksi kepada perusahaan tambang yang tidak tertib dalam pengelolaan sumber daya alam.
Arman yang juga Wakil Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Pembagian Masker mengatakan, bahwa awalnya dirinya membuat petisi online mendesak Perusahaan galian C di Palu dan Donggala agar tertib terhadap lingkungan hidup.” Hal ini merupakan respon warga yang berada di sekitar pertambangan.
Selanjutnya petisi itu ditanggapi oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil dan individu-individu yang terpanggil.
“Jatam Sulteng, Walhi Sulteng, YTM, KOMIU,Himasos,Ekonesia,SP Palu,WeSpeakUp.org Senat Mahasiswa UIN Datokarama Palu dan masih banyak lainnya. Dari diskusi yang berkembang disepakati pembagian masker hari ini,” ungkap Arman.
Kedepan, menurut Arman selain debu hal yang tidak kalah pentingnya adalah memastikan mata air di sekitar tambang galian C tetap terjaga dengan baik.
Sementara itu, Fitri S. Pairunan, Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Palu mengatakan ambisi pembangunan IKN yang menjadikan sulawesi tengah sebagai salah satu daerah penyangga untuk kebutuhan material dengan pembangunan berwatak patriaki dan karakter ekstraktif melakukan mengeksploitasi sumber- sumber kehidupan perempuan di Buluri.
“Mengorbankan kepentingan hidup perempuan dan menghancurkan kearifan, tradisi dan budaya perempuan. Aktivitas perusahaan juga menghilangkan sumber ekonomi perempuan yang sebagai pemecah batu. Kini aktivitas tersebut telah dirampas oleh teknologi-teknologi dan sistem dari perusahan yang meminggirkan perempuan,” Terang Fitri.
Dalam situasi lainnya, Sambung Fitri bahwa aktivitas pertambangan sangat berdampak pada kesehatan perempuan, anak, balita dan lansia yang harus menghirup debu setiap harinya.
“Kesehatan reproduksi perempuan terancam akibat tercemarnya sumber air masyarakat dari aktivitas pertambangan. Hal yang tidak terlihat adalah pengabaian nilai pengetahuan dan pengalaman serta posisi perempuan dalam mengolah dan menjaga alamnya melalui berbagai tradisi upacara-upacara adat, termaksud peran dalam pengelolaan pangan dan pengetahuan pengobatan,” Ungkap Fitri. *
Sumber: Koalisi Petisi Palu-Donggala